BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada awalnya, dengan mengangkat istilah diagnostik
dalam dunia kedokteran, dalam psikologi klinis digunakan istilah
psikodiagnostika. Yang dimaksudkan dengan psikodiagnostika ialah usaha untuk
menemukan sumber dari gejala atau simtom dan atau sindrom yang tampak atau
dapat diindra, atau sumber penyakit atau gangguan untuk kemudian memasukkan
penyakit atau gangguan tersebut ke dalam klasifikasi gengguan kejiwaan.
Istilah lebih sering digunakan untuk memahami
gejala-gejalaperilaku yang dianggab menyimpang atau sakit. Padahal, dalam
psikologi, berbeda dengan kedokteran, yang ingin diketahui itu tidak semua
berupa gejala sakit. Bahklan dalam psikologi klinis pun terdapat gerakan yang
tidak hanya disebut sebagai maladaptif (tidak sesuai).
Saat ini yang paling banyak dipakai adalah istilah
asesmen, sebagaimana sedang dibicarakan dalam makalah ini. Berikut akan
dijelaskan mengenai asesmen dalam psikologi klinis.
2. Rumusan Masalah
a.
Apa dan Bagaimana Asesmen Dalam
Psikologi Klinis ?
b.
Apa pengertian Intelegensi ?
c.
bagaimana asesmenn Intelegensi dalam
psikologi klinis ?
d.
Bagaimana Asesmen kepribadian dalam Psikologi Klinis ?
3. Tujuan
a.
Untuk mengetahui, memahami dan
memberikan penjelasn mengenai Asesmen dalam psikologi Klinis
b.
Guna mengetauhi, memahami dan
menjelaskan Pengertaian Intelegensi
c.
Untuk memahami Asesmen Intelegensi dalam
psikologi klinis
d.
Untuk mengetahui, memahami dan
menjelaskan mengenai asesmen Kepribdian dalam psikologi
BAB
II
PEMBAHASAN
Asesmen
dalam psikologi klinis
- Asesmen
dalam Psikologi Klinis
Asesmen
dalam psikologi klinis ialah pengumpulan informasi untuk digunakan sebagai
dasar bagi keputusan-keputusan yang akan disampaikan oleh penilai (Bernstein
dan Nietzel, hal 99). Personality asesmen ialah seperangkat proses yang digunakan oleh seseorang untuk
memebentuk citra, membuat keputusan, mengecek hipotesis tentang pola
karakteristik orang lain, yang menentukan prilakunya dalam interaksi dengan
lingkungan (Sundberg, dalam Phares, 1992).
Menurut
Bernstein dan Nietzel (1980) ada empat komponen dalam proses asesmen psikologi
klinis yakni:
1. Perncanaan
dalam prosedur pengumpulan data (planing data collection procedures)
2. Pengumpulan
data untuk asesmen
3. Pengolahan
data dan pembentukan hipotesis atau” image making”
4. Pengkomunikasikan
data asesmen baik dalam bentuk laporan maupun dalam bentuk lisan.
a). Perncanaan dalam prosedur
pengumpulan data
Sebelum
dilakukan prosedur asesmen, terlebih dahulu pemeriksa harus bertanya pada diri
sendiri apa yang ingin diketahui dan bagaimana caranya. Untuk masalah seperti
“Apakah seseorang dapat menjabat sebagai kepala perusahaan?” atau “Apakah
seseorang yang baru sembuh dari kecelakaan tabrakan mobil dapat bekerja
kembali?” diperlukan suatu perencanaan. Perencanaan ini melupiti apa yang perlu
diketahuidn bagaimana cara memperoleh jawabannya.
Prosedur
pemeriksaan dalam psikologi klinis umumnya terdiri dari observasi, wawancara
dan tes yang dipilih sesuai dengan pertanyaan yang harus dijawab tadi. Untuk
efisiensi dalam proses pemeriksaan biasanya digunakan cara-cara yang dapat
memberi informasi dengan keluasan (breadth, bandwidth) dan kedalaman
(intensity, fidelity) yang cukup. Validitas dan rehabilitas tes, orientasi
teoritik pemeriksa, variabel-variabel yang penting berkaitan dengan pertanyaan
yang harus dijawab, menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan itu.
Selanjutnya perlu dipertimbangkan apakah tujuan asesmen itu untuk melakukan
klasifikasi (diagnosis medis), deskripsi variabel, atau untuk prediksi.
Pertanyaan
tentang kemampuan seorang menjadi pemimpin bertujuan terutama membuat prediksi.
Asesmen terhadap orang yang baru mengalami kecelakaan bertujuan untuk
mendiagnosis atau klasifikasi tentang ada tidaknya kerusakan. Masalah seperti
“Apakah seorang mahasiswa dari daerah dapat menyesuaikan diri bila belajar
diluar negri”, memerlukan deskripsi dari variabel-variabel (kepribadian,
kemampuan, keadaan sosial ekonomi) yang berperan untuk memprediksi apakah
mahasiswa tersebut dapat menyesuaikan diri diluar negri. Ketiga tujuan ini
(klasifikasi, deskripsi, prediksi) mungkin tumpang-tindih, namun diharapkan
bahwa salah satu tujuan dari asesmen lebih meninjol. Data apa yang diperlukan
untuk tujuan ini agak berbeda bila orientasi teoritik pemeriksa berbeda.
Rangkuman stidy kasus dari Sundberg, Tayler dan Taplin mewakili pendekatan yang
netral, sementara rangkuman studi kasus yang dikembangkan oleh Korchin
berorientasi psikodinamis, dan yang dikembangkan oleh Kanfer dan Saslow
berorientasi behavioristik/belajar (dalam Bernstein dan Nietzel, 1980)
b).
Pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan tes
Sesuai dengan
pertayaan pada tahap perencanaan maka ditentukan bagaimana wawancara dilakukan
dan informasi apa yang diutamakan. Demikian juga untuk observasi, perlu
ditentukan metode dan fokus observasi.
Wawancara adalah
metode asesmen yang relatif murah dan mudah. Wawancara dapat dilakukan dimana
saja dan fleksibel dalam pelaksanaannya. Namumn wawancara mempunyai kelemahan
yakni dapat terdistorsi oleh sifat pewawancara dan pertanyaan apa yang
diajukan, dipengaruhi oleh keadaan klien yang diwawancara (misalnya, daya ingat
atau kesediaannya untuk memberi informasi) dan oleh situasi/keadaan tempat
wawancara dilaksanakan.
Hasil observasi
juga merupakan sumber informasi yang penting untuk asesmen. Keuntungan observasi
adalah dapat melihat langsung apa yang dilakukan subjek yang merupakan saran
asesmen. Ini lebih baik dari pada hasil wawancara yang dapat direkayasa oleh
subjek yang diwawancara. Situasi untuk observasi dapat dipilih yang paling
tepat, misalnya untuk mengobservasi agresivitas anak lebih baik dilakukan
dilingkungan sekolah. Selanjuynya observasi dapat diarahkan secara lebih
spesifik untuk tujuan kuantifikasi. Kelemahan observasi adalah adanya pengaruh
bias dari observer.
Tes, seperti
wawancara, juga memberikan sample dari tingkah laku. Keuntungan dari tes adalah
mudah, ekonomis, dapat dilakukan oleh banyak orang (asal profesional) dan
terstandardisasi. Selain data dari sumber tersebut, catatan lain (life,
recorfs), misalnya yang ditulis oleh orang tua atau teman subjek, tentang
subjek yang sedang diperiksa, dapat merupakan data yang juga penting.
c). Pengolahan Data dan
Pembentukan Hipotesis
Bila
data telah terkumpul, pemeriksa dapat memberi makna atau mengiterprestasikan
sesuai dengan tujuan (klasifikas, deksripsi, prediksi) dan orientasi
teoritiknya. Data mentah dari observasi, wawancara dan tes diubah menjadi
kesimpulan (hipotesis, image dan hubungan-hubungan) yang dapat dibedakan dalam
tingkatan abstraksinya (dapat sangat abstrak, atau lebih konkret), dalam
orientasi teoritiknya (psikoanalitik, behavioristik dan lain-lain), dan dalam
kaitannya dengan tujuan asesmen.
Temuan
dari observasi dan wawancara dapat digunakan sebagai sample tingkah laku,
sebagai korelat atau penyerta tingkah laku, atau sebagai tanda dari adanya hal
yang melandasi tingkah laku itu. Tingkat abstraksi paling tinggi adalah pada
yang terakhir.
Contoh
kasus: Seorang pria 53 tahun terlihat mengecek sendiri tekana darah secar priodik ditempat tunggu praktik
dokter. Bila disimpulkan bahwa “ia pasti kaya oleh karena bisa beli alat, ia
khawatir tentang tekanan darahnya yang naik turun”, maka kesimpulan itu
didasarkan atas prilaku sebagai sample. Bila disimpulkan baha “prilaku seperti
itu bisa terjadi pada pria yang sedang stres” atau “pria tersebut mungkin
sedang mengalami sakit”, maka kesimpulan ini lebih tinggi tingkatan
abstraksinya. Kesimpulan tentang prilaku tadi adalah suatu korelat, sesuatu
yang terkait dengan keadaan lain yang menurut peneliti demikian adanya.
Bila
contoh tadi disimpulkan sebagai “pasien itu hipokondrik narsisistik terarah
pada diri sendiri” maka kesimpulan ini adalah yang paling tinggi tingkatan
abstraksinya, yang menafsirkan prilaku subjek sebagai suatu tanda (sign) dari
adanya gangguan tertentu. Tingkatan abstraksi seperti ini biasanya terkait
dengan tampilan prilakunya. Levy memberi nama n”interprestasi proposisional”
untuk tingkat abstrak ini. Karena dalam kesimpulan ini terkandung makna
hubungan sebab-akibat, yaitu karena pasien narsisistik, maka (salah satu) manifestasinya
adalah terpusat pada diri sendiri dengan setiap kali mengukur tekanan darah.
Proses
informasi untuk menarik kesimpulan dapat dibedakan dalam kesimpulan yang
dilakukan secara subjektif-klinis atau secara objektif statistik. Ini mengikuti
tradisi dari freud (subjektif) dan cattell (objektif). Pendekatan subjektif
yang dilakukan Frued terhadap pasiennya mengandalakan observasi-klinis atas
subjek-subjeknya dan membuat kesimpulan atas dasar “cues” yang tampil dari
wawancara/observasi. Kesimpulan yang umumnya sangat jauh dari data yang didapat
dari observasi wawancara, dilakukan oleh Freud dengan ketepatan yang cukup baik
pada waktu itu. Misalnya dari mimpi dikejar-kejar orang, ketinggalan kereta api
disimpulkan adanya ketegangan seksual. Pendekatan klinis mirip yang dilakukan
oleh Freud kemudian juga dilanjutkan, namun dari berbagai penelitian ternyata
daya prediksi melalui pendekatan klinis-subjektif itu tidak lebih baik dari
daya prediksi dengan metode statistik.
Pendekatan
objektif statistik menggunakan data objektif kuantitatif untuk dasar
kesimpulan. Bila dilakukan observasi maka ada langkah-langkah yang jelas
tentang hasil observasi, demikian juga tes diskor secara jelas. Pendekatan
psikometrik sepert itu sekarang dikembangkan menjadi program interprestasi
melalui komputer yang menginterprestasikan langsung data kuantitatif yang
dibuat oleh klien sewaktu ia misalnya menjawab soal-soal tes klinis Minnessota
Multiphasic Personalitu Inventory (MMPI).
Meskipun
pendekatan subjektif/intuitif klinis dianggap lemah, namun hal itu dapat
diperbaiki dengan mempertajam proses pengumpulan data dan menganalisis
langkah-langkah dalam proses pembuatan kesimpulan secara lebih rinci.
Selanjutnya
pada tahap keempat adalah menyampaikan hasil asesmen kepada yang berkepentingan.
Setelah disimpulkan sesuai dengan apa yang dibahas pada tahap ketiga, masih
perlu dipikirkan bagaimana menulis laporan pemeriksaan psikologis. Secara umum
laporan pemeriksaan psikologik harus jelas (bagi yang memerlukan), relevan
dengan tujuan pemeriksaan, dan bermanfaat bagi konsumennya.
Dilihat dari substansi pemeriksaan,
terdapat banyak jenis asesmen yang digunakan dalam psikologi klinis, terutama
asesmen pemfungsian intelektual, asesmen kepribadian, asesmen pemfungsian neuro
sikologis, dan asesmen kepribadian.
- Intelegensi
1.
Defenisi Intelegensi
Pengertian intelegensi yang paling
banyak dianut oleh para ahli adalah apa yang dikemukakan oleh Wechsler, yang mengatakan bahwa
intelegensi merupakan pembangkit atau kapasitas global individu untuk bertindak
bertujuan, berfikir rasional, dan berhubungan efektif dengan lingkungannya.
Namun Rudolf Amthauer (1970) menyatakan hal yang sedikit berbeda.
Menurutnya, intelegensi ialah sebagai suatu struktur khusus dalam keseluruhan
kepribadian seseorang, suatu keutuhan yang berstruktur yang terdiri atas
kemampuan jiwa mental dan diungkapkan melalui prestasi, serta memberikan
kemampuan kepada individu untuk bertindak. Intelegeni hanya dapat dikenal
melalui ungkapan-ungkapan, yaitu terlihat melalui prestasi.
Sumber intelegensi sendiri adalah
genetika, lingkungan dan genetika lingkungan. Yang dimaksud dengan genetika
atau bersifat genetis artinya memiliki sumber asal yang bersifat turunan,
sedangkan lingkungan adalah segala hal yang terjadi di lingkungan yang memberikan
dampak terhadap sisi kognitif kehidupan kejiwaan kita. Yang dimaksud dengan
genetika-lingkungan adalah sintesis dari lingkungan dan genetis, ialah landasan
intelegensi yang terjadi akibat adanya pengaruh lingkungan.
Berdasarkan posisi genetik, prediktor
utama intelegensi anak adalah IQ orang tua anak itu, bebas dari siapa yang
mendidiknya. Beberapa bukti yang mendukung hubungan antara intelegensi dan
turunan diterbitkan oleh Erlenmeyer-Kimling dan jarvik
(1963).
Sebaliknya, posisi lingkungan menyatakan
bahwa, kondisi-kondisi lingkunagn dapat mengungguli turunan dalam menentukan
kapasitas intelektual.
Berikut ini dikemukakan beberapa alat
tes intelegensi yang umum dipakai, khususnya di Indonesia:
1.
Satand-Binet Intelegence Scale
Semua alat tes
pengukuran intelegensi ini adalah Skala
Binet-Simon. Alat ini terdiri atas 30 pertanyaan yang dimulai dari yang
sangat mudah ke yang sangat sukar dan yang mengukur kemampuan sensori dan
perseptual, seperti juga kemampuan verbal. Kemudian, mengalami beberapa revisi,
dan revisi besar-besaran dilakukan di Amerika oleh Terman (1916) di Standford
University yang kemudian dikenal dengan nama Standford-Binet.
2.
Wechsler Adult Intelegence Scale (WAIS)
WAIS merupakan alat
pemeriksaan intelegensi yang bersifat individu. WAIS merupakan alat yang paling
populer karena paling banyak digunakan saat ini. Semula bernama Wechsler
Bellevue Intelligence Scale (WBIS) disamping WISC (Wechsler intellegence
Scale for Children).
Tes intelegensi ini (WAIS) memiliki 6
subtes yang terkombinasikan dalam bentuk skala pengukuran keterampilan
tindakan.
Subtes verbal, terdiri atas:
1)
General information (mengukur informasi yang telah dipelajari dari
kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan budayanya)
2)
General Comprehension (mengukur social Judgement, kemampuan untuk
menggunakan informasi sebelumnya untuk menghadapi masalah sehari-hari dan
kapasitas pemahaman atau abstraksi)
3)
Arithmatic (mengukur
kemmpuan konsentrasi dan rentang perhatian aktif )
4)
Similarities
(mengukur memori, kongfrehensif, abstract reasoning, dan kapasitas berfikir
asosiatif dan conceptual judgement )
5)
Vocabulary
(mengukur tentang gagasan, isi pikiran, kekayaan proses kognitif dan
lingkungan.)
6)
Digit Span
(membedakan orang yang tenang dan atentif dari yang mudah terganggu penuh kecemasan
dan yang tidak memiliki perhatian).
Subtes performance, terdiri atas:
1)
Digit Symbol
(mengukur deksteriti visual-motor dan koordinasi motor halus, juga digunakan
untuk menindikasikan taraf persistensi subyek dalam sticking atas tugas-tugas
tidak menarik)
2)
Picture Completion
(mengukur diskriminasi visual, konsentrasi, dan reasoning)
3)
Block Design
(mengukur nonverbal reasoning, kecepatan berprestasi, dan koordinasi visual
motor).
4)
Picture Arrangement (mengukur kemampuan subyek untuk menggunakan
persepsi visual yang akurat, melihat kedepan, merencanakan dan menafsirkan
situasi sosial)
5)
Object Assembly
(mengukur analisis visual kemampuan menyusun secara sederhana, kemampuan untuk menangani
hubungan bagian keseluruhan). Subtes ini melihat koordinasi visual motor lebih
aktif daripada yang diukur Picture
Arrangement.
2.
WAIS/WBIS dalam seting klinis (Wiryawan)
Tes intellegensi yang
bersifat khas karena individual (WAIS/WBIS) ditinjau dari seting klinis,
meliputi pengukuran keterampilan verbal dan pengukuran keterampilan melakukan
tindakan (Performance).
a.
Pengukuran
keterampilan verbal
1.
Informasi
Fungsi intelegensi terpengaruh oleh
pematangan proses, antara lain memungut informasi yang juag dipengaruhi oleh
emosi dan motivasi. Dalam intelegnsi, ada unsur yang dipakai (information picking up recall) yaitu psichologikal; significance (ada memori
dan emosi). Semakin banyak yang harus
di recalled, semakin banyak pula (effort) yang diusahakan, sehingga makin
banyak usaha sadar. Sengan demikian, subtes informai dapat digunakan untuk
mengukur Conciousness dan unconciousness atau ego Function. Kalau item mudah tak
dijawab, menggambarkan keadaan skizofren, histeri, depresi, atau neurasthenia.
Informasi lebih kecil
dari kosa kata (vocabulary)
menunjukkan involutional depression, chronic paranoid schizophrenia, dan
histeria. Pada histeri, informasi rendah menunjukkan lemah dalam pengolahan.
Sedangkan informasi yang terlalu besar, menunjukkan kompulsi preskizofrenia.
2.
Komprehensi
Reality
testing, ketetapan reaksi
terhadap suatu kenyataan, menyangkut masalah emosional dan moral dalam judgement-nya. Ada tindakan baik tetapi
tidak bijaksana yang menyangkut dua hal, yaitu intellectual level dan emosional
level.
Judgement
terletak dalam borderline, antara intelegensi dan emosional. Ada yang
memobilisasikan fungsi intelektual. Judgement merupakan ukuran sampai dimana
orang tersebut dapat mengendalikan emosinya
3.
Similaritas
Yang dilihat dari
subtes ini, pertama-tama adalah kemampuan dalam pembentukan konsep. Selanjutnya
adalah pembentukan pengertian. Jika terjadi impairment,
misalnya pada item anjing-singa, pemahaman konseptual, adalah binatang yang
didapat dari kemampuan abstract
conceptual level. Ini adalah suatu pemahaman ideal. Ada juga pemahaman
sebagai akibat hasil belajar yang sudah Advance,
sehingga skor yang baik belum tentu merupakan concept formation yang baik; kadang-kadang sebagai cover saja.
b.
Pengukuran
keterampilan tindakan (Performance)
Sub tes ini merupakan jalinan beberapa
hal, tetapi yang utama adaalh antisipasi; tidak murni intellectual funcction melainkan emotional function.
- Asesmen
kepribadian
Asesmen kepribadian merupakan istilah
yang umum dalam upaya untuk menemukan pola prilaku dan pola pikiran atau
penyesuayan diri seseorang secara khas terhadap lingkungannya. Sunberg (1979), Meehl (1952) menyatakan laporan kepribadian sebagai laporan yang
menandakan ia tidak seperti seorang lainnya. Kadang-kadang lingkunagn ini
dilengkapi menjadi tuntutan lingkungan, baik ketika seorang psikolog diminta
untuk mengakses kepribadian seseorang yang sedang memiliki masalah dan berada
dalam suatu kondisi lebih buruk daripada biasanya. Salah satu sifat yang khas
dalam laporan kepribadian adalah bahwa satu-satunya bentuk yang memadai adalah
laporan yang bersifat dinamis yang menggambarkan interaksi antar komponen dalam
kepribadian sehingga melahirkan suatu pola perilaku tertentu yang sifatnya
khas. Dengan cara deskriptif, uraian tidak akan mencapai gambaran kepribadian
yang khas. Begitu juga dengan cara tipologis yang dalam dewasa ini makin nampak
disukai dan dibutuhkan orang, khususnya untuk bidang organisasi dan industri.
Dalam asesmen kepribadian, pendapat
psikoanalisis tentang adanya substansi yang direpresi, merupakan asumsi yang
tidak dapat dihindarkan. Setiap gejala yang tampil dalam perilaku, selain
didasari oleh intensi yang sadar, juga sangat penting mengenai peran yang tidak
sadar, dalam banyak kasus bisa dikemukakan bahwa perilaku yang didasari atau
disengaja, sering dilatarbelakangi kebutuhan atau motivasi yang tidak sadar.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memahami latar belakag itu, antara
lain dengan melihat simbol atau latar belakang motivasi dibalik tingkah laku
sadarnya. Tentu saja harus dimengerti lebih dahulu mengenai paa yang dimaksud
dengan perilaku yang sadar dan yang tidak sadar.
1.
Projective
Assessement
Projective Assessement
berkembang dari perspektif teoritis yang menampilkan karakteristika dinamis
sebagai inti kepribadian. Karena itu metode dasarnya melibatkan upaya
menyiapkan subyek dalam suatu kisah ambifus dan tanpa isi terhadap mana untuk
berespons bersama suatu minimum struktur atau instruksi. Secara teoritis,
pemeriksa menganggab bahwa bila semua alat tes berisikan suatu tes yang minimum
maka respon subyek hanya merupakan fungsi kepribadian subyek. Berdasarkan pandangan
teori psikodinamik mengenai kepribadian, proyeksi dilihat sebagai alat yang
sensitif sebagai alat yang sensitif bagi aspek tak sadar prilaku . mekanisme pertahanan
diri dan kecendrungan laten disimpulkan dari data fantasi tak tertruktur yang
dihasilkan dalam konteks dimana tidak ada jawaban yang benar dan salah. Menurut
Lindzey, teknik projective merupakan alat yang dianggab memiliki sensitivitas yang
khusus untuk aspek perilaku yang tertutup dan tak sadar, memungkinkan atau
menggali verietas respon subjek yang luas, sangat mulitimensial dan menggali
data respons yang kaya atau sangat kaya dan bersenyawa dengan kesadaran subjek
yang minimum menyangkut tujuan dari tes.
2.
Objective
assessment
Pendekatan obyektif
asesmen kepribadian merupakan uaha yang secara ilmiah berusaha menggambarkan
karakteristika atau sifat-sifat individu atau kelompok sebagai alat untuk
memprediksi perilaku. Menurut butcher (1971)
ada tiga perbedaan mendasar antara asesmen proyektif dan asesmen obyektif.
a.
Asesmen
proyektif sangat menaruh perhtian pada dinamika intrapsihik sementara asesmen
obyektif mencari deskripsi sifat. Yang dimaksud deskripsi sifat ialah deskripi
kebiasaan seseorang atau gaya karakteristiknya.
b.
Tes proyektif
bersifat samar-samar dan memiliki kebebasan untuk menjawab, sementara tes
objektif memiliki stimuli yang dirancang secara jelas dan meminta
jawaban-jawaban yang terbatas
c.
Isi respons tes
proyektif secara tipikal ditafsir tiap orang tanpa referensi norma. Skor tes
obyektif membendingkan hasil sangat penting dalam tes obyektif. Secara singkat,
asesmen obyektif merupakan pendekatan yang terstruktur, ilmiah, dan non
subyektif dalam deskriptif individual.
Yang paling terkenal dalam pemakaian
klinis, terutama di kalangan psikiatri, adalah minnesota Multiphassic Personality Inventori (MMPI), California
Psychologikal Inventory (CPI), dan Sixteen Personality Factor Questionnair (16
PF)
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
ü Asesmen
dalam psikologi klinis ialah pengumpulan informasi untuk digunakan sebagai
dasar bagi keputusan-keputusan yang akan disampaikan oleh penilai
ü ada
empat komponen dalam proses asesmen psikologi klinis yakni:
§ Perncanaan
dalam prosedur pengumpulan data (planing data collection procedures)
§ Pengumpulan
data untuk asesmen
§ Pengolahan
data dan pembentukan hipotesis atau” image making”
§ Pengkomunikasikan
data asesmen baik dalam bentuk laporan maupun dalam bentuk lisan.
ü Intelegensi merupakan pembangkit atau kapasitas
global individu untuk bertindak bertujuan, berfikir rasional, dan berhubungan
efektif dengan lingkungannya.
ü Sumber intelegensi sendiri adalah genetika,
lingkungan dan genetika lingkungan.
ü alat tes intelegensi yang umum dipakai
o Satand-Binet
Intelegence Scale
o Wechsler Adult
Intelegence Scale (WAIS)
ü Asesmen kepribadian merupakan istilah yang umum dalam
upaya untuk menemukan pola prilaku dan pola pikiran atau penyesuayan diri
seseorang secara khas terhadap lingkungannya
DAFTAR PUSTAKA
Suprapti
Slamet,2003, Psikologi Klinis, Jakarta;
UI Press
Pengantar
Psikologi Klinis
Http://Psikologi
Klinis/basic Of Psychology Asesmen dalam Psikologi Klinis.Htm.